lahatsatu.id, Kalimantan Selatan – Sidang perkara dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan terhadap terdakwa Andri Cahyadi, Henri Setiadi, Kusno Hardjianto, dan Didy Agus Hartanto, kembali berlanjut.
Sidang yang digelar hari Senin 30 Oktober 2023 di Pengadilan Negeri Banjarbaru ini, dipimpin oleh Hakim Ketua, Rahmat Dahlan SH, dengan dua Hakim Anggota, Herliany SH, dan Sukmandari Putri SH. Dengan agenda sidang, mendengarkan Keterangan Ahli.
Ahli yang dihadirkan yakni, Dr Mudzakkir SH MH, seorang pakar hukum pidana yang cukup terkenal di Indonesia, yang kerap dimintai pendapatnya dalam banyak kasus pidana di Indonesia.
Dalam keterangannya, Dr Mudzakkir menyatakan, bahwa kasus ini termasuk ke ranah perdata, bukan pidana. Karena kasus ini berawal dari suatu perjanjian utang piutang.
Pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), mengenai kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Saham (PPJB Saham), yang selama ini dijadikan dasar oleh JPU untuk mengenakan Pasal 372 KUHP terhadap para terdakwa, karena dianggap telah melakukan penggelapan saham milik pelapor, dijawab dengan jelas oleh ahli.
Dr Mudzakkir, yang pernah menjadi Ahli Hukum di persidangan kasus “Kopi Sianida” Jessica Kumala Wongso ini menyampaikan, apabila PPJB Saham tersebut tidak pernah terjadi pembayaran, dibuktikan dengan bukti pembayaran, kemudian harus ada bukti kwitansi yang ditandatangani basah dihadapan notaris, maka PPJB saham tersebut menjadi tidak sah.
“Jika tidak ada bukti pembayaran yang sah, baik itu melalui transfer ataupun cash, senilai yang tercantum dalam PPJB Saham Rp 100.000.000, dan kemudian tidak ada bukti kwitansi yang ditandatangani basah dihadapan notaris, maka PPJB saham tersebut menjadi tidak sah,” sampainya.
Ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia ini bahkan menjelaskan, untuk dapat dikatakan sebagai pemegang saham yang sah secara hukum, selain dilakukan PPJB Saham, juga harus ditindaklanjuti dengan adanya pembayaran atas nilai yang tercantum dalam PPJB tersebut. Kemudian ditindaklanjuti dengan Akta Jual Beli Saham (AJB Saham), lalu Akta Pernyataan RUPS dan terakhir harus dilaporkan ke Kementerian Hukum dan HAM.
“Dianggap sah secara hukum sebagai seorang pemegang saham dan memiliki hak atas saham yang dimiliki, jika namanya sudah tercatat di Kemenkumham. Selama belum ada proses tersebut, maka tidak bisa dikatakan adanya penggelapan. Terlebih lagi apabila tidak ada pembayaran dari pembeli atas nilai saham yang tercantum dalam PPJB tersebut,” jelasnya.
Sementara, dalam persidangan sebelumnya, terungkap fakta bahwa pelapor tidak pernah melakukan pembayaran sama sekali atas nilai saham yang tercantum dalam PPJB Saham tersebut.
Fakta persidangan inilah yang membuat Tim Penasihat Hukum Para Terdakwa yakni, Reza Isfadhilla Zen SH dari Kantor Hukum Equitable Law Firm memprotes keras dakwaan JPU. Menilai bahwa ternyata apa yang didakwakan tehadap para terdakwa, tidak sesuai dengan fakta sebenarnya yang terungkap di persidangan.
Reza Isfadhilla Zen menegaskan, kasus ini bukanlah kasus investasi bodong, yang selama ini diberitakan oleh media. Melainkan kasus utang piutang yang didasarkan pada perjanjian, yang sebelumnya telah disepakati dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
“Terhadap kasus ini, tidak terdapat unsur pidana. Sudah seharusnya dalam kasus ini, Majelis Hakim PN Banjarbaru memutus bebas maupun lepas terhadap para terdakwa, dengan berlandaskan pada kebenaran dan keadilan,” tegasnya.(*)