Merapi Selatan, lahatsatu.id – Generasi 80an Kabupaten Lahat dan sekitarnya, bahkan Sumsel, tentu mengetahui saat menyebut Tembakau Perangai. Ya, Tembakau Perangai merupakan salah satu tembakau terbaik di Sumsel.
Menanam tembakau ini sebenarnya sudah menjadu tradisional bagi masyarakat yang bermukim di wilayah kaki Bukit Serelo, yang saat ini masuk wilayah administratif Kecamatan Merapi Selatan.
Mengapa disebut Tembakau Perangai, kemungkinan awal mula menanam tembakau ini dimulai warga Desa Perangai, Kecamatan Merapi Selatan.
Meski saat ini warga desa tersebut, sudah jarang ditemui menanam tembakau. Justru warga Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Merapi Selatan yang masih bertahan menanam tembakau.
Bahkan, salah satu komoditas desa ini adalah tembakau, yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat setempat.
Kepala Desa Tanjung Beringin, Dirlan Bakti, menjelaskan, penanaman tembakau merupakan tradisi turun-temurun bagi para petani di desa ini. Meskipun dahulu tembakau ditanam secara luas, saat ini hanya beberapa petani yang masih melanjutkan praktik ini.
“Menanam tembakau sudah menjadi bagian dari kehidupan kami sejak lama. Sekarang, hanya sebagian kecil petani yang masih menanam tembakau,” ungkap Dirlan.
Setelah panen, tembakau dikeringkan di tempat khusus yang disebut biday, sebelum dijual kepada tengkulak atau pedagang. Harga tembakau bervariasi, berkisar antara 300 hingga 5000 per tebek, tergantung pada kualitas dan kondisi pasar. Fluktuasi harga ini menjadi tantangan tersendiri bagi petani yang sangat bergantung pada komoditas ini.
“Dulu, kami bisa menjual tembakau hingga ke luar Lahat. Sekarang, kami lebih banyak menjualnya di desa atau di Lahat,” tambah Dirlan.
Penanaman tembakau tidak hanya memberikan tambahan pendapatan bagi petani, tetapi juga merupakan bagian dari tradisi agraris yang sudah lama ada. Bagi banyak keluarga, tembakau adalah sumber penghasilan tambahan, terutama bagi mereka yang tidak memiliki alternatif pendapatan lain.
Ketua Pokdarwis Desa Tanjung Beringin Ismed didampingi Loni, anggota Pokdarwis, menyebutkan bahwa pertanian tembakau juga berfungsi sebagai daya tarik wisata. Desa Tanjung Beringin yang terletak dekat dengan objek wisata Bukit Besak sering kali dikunjungi oleh wisatawan yang tertarik melihat proses pertanian dan pengolahan tembakau menjadi rokok.
“Kunjungan wisatawan yang melihat proses ini memberikan nilai tambah bagi desa kami,” ujarnya.
Namun, penjualan rokok dari tembakau kering kini lebih difokuskan di desa-desa sekitar. Pasalnya, pasar rokok saat ini semakin ramai dengan banyaknya rokok murah yang beredar di pasaran, membuat persaingan menjadi lebih ketat.
Desa Tanjung Beringin tetap berkomitmen untuk melestarikan tradisi pertanian tembakau, sambil menghadapi tantangan ekonomi dan pasar yang terus berubah. Meski demikian, tembakau tetap menjadi bagian penting dari warisan budaya dan ekonomi desa ini.(*)